#AntiMiras |
Baru saja ku pergi ke sebuah minimarket jaringan nasional tuk membeli popok si mas yang dah habis, ketika itu juga aku ingat akan sebuah gerakan yang ada di salah satu sosial media yang keren dengan hashtag #AntiMiras. gerakan moral “penertiban” gerai2 minimarket yang menjual dan memajang minuman jenis khamr ini di area terbuka, tercampur dengan minuman2 yang sangat mungkin menjadi kesukaan anak2.
Tentu sebagai orang tua jadi merasa berpikir, bagaimana jika anak2ku nanti tanpa sepengetahuanku membeli minuman2 haram itu. Dengan sedikit rasa ingin tahu, ku bertanya pada seorang pegawai, kebetulan juga agak begitu kenal, mbak Tanti namanya.
“Mbak, itu minuman bir2 kok bisa dicampur dekat dengan minuman2 lain sih mbak?” tanyaku sambil nunjuk lemari pendingin.
“Oh.. itu sudah lebih tertutup malah mas, dulu kan di ruang terbuka” jawabnya.
“Lho, kan kalo nyampur gitu, anak2 bisa lihat mbak, kebijakan dari pusat ya?”
“Sebetulnya sih, kalau minimarket franchise, pemilik ga mau menjual dagangan tertentu sih juga gapapa.”
“Jadi gitu ya mbak?”
“Iya mas, dulu memang dah ada rencana mau distop, eh tapi malah ada yang pesen, akhirnya ya udah, begitulah.”
“Ooo… ya wis mbak, sik ya.” pamitku.
Jadi begitu ternyata, pemilik boleh menolak barang yang ga mau dijual. Aisi. Tapi pemilik juga boleh menerima tawaran permintaan konsumen. Fair enough.
Mungkin bagi sebagian orang, menjaga moral itu penting, dan bagi sebagian orang lainnya keuntungan itu lebih penting.
pecel city, sinambi momong bayi nglilir
Please follow and like us:
kabarnya sih ada orang pinter yg bilang, kita ga boleh beli barang dari penjual yang juga jual barang haram. bener ga ya?
yen make prinsip kehati2an sih bisa dibilang gitu pak, dlm kasus resto babi misal, sbg pembeli tentu g mau kalo makanan yg kita santap tercampur dg babi, sudah ada jaminan alat masaknya dipisah sekalipun 🙂