Banjir adalah pemandangan yang biasanya menjadi pemandangan setelah hujan reda, dan ini bukan banjir biasa, karena banjir cuma terjadi di kali kampung saja, tidak sampai meluap seperti di Jakarta sana. Kali yang dulunya menjadi tempat satu-satunya MCK di kampung kami, sebelum PDAM masuk, karena tidak ada sumur yang mengeluarkan air.
Kampung kami memang unik, terlebih mitos ketidakbolehannya membangun rumah dengan batu bata, selain itu boleh, seperti gedhek, batu kali, atau batako yang baru lazim digunakan sebagai tembok awal tahun 90-an silam. Dan sore itu sepulang dari masjid, kusempatkan mampir ke tempat mbah uyutnya anak-anak, kebetulan pula abis dikasih rambutan ace, rejeki. Kebetulan pula habis hujan, jadi iseng-iseng mampir ke kali di bawah makam, tepatnya pleret kami menyebutnya, karena terdengar suara air gembrujuk tanda sedang banjir, atau paling tidak airnya lagi deras. Hal yang lazim terjadi setelah hujan beberapa waktu.
Ternyata benar, walaupun kali ini tidak sebesar banjir yang kuingat dulu ketika masih kanak-kanak, setidaknya mengobati rasa kangen suasana gembrujuk itu. Dan tak lupa kurekam dengan kamera hape, sekedar berbagi dengan kawan-kawan dan sedulur perantauan di sebuah grup kampung, yah… biar mereka tahu kalau kali kampung kita masih seperti dulu, alami, dan sebenarnya lokasi photoshoot yang keren.
Yak, itulah kondisi banjir kecilnya, lumayan edum suasananya. Oh ya, sebenarnya ada pancurannya juga, tapi karena derasnya air, jadi belum sempet merekam. Nanti deh kapan-kapan. Merdesa!