Tetanggaku, keluarga terdekatku

Tetangga adalah keluarga terdekat, mungkin ungkapan kalimat tersebut hanya sebatas ungkapan. Sampai dengan kemarin, jika kejadian itu tidak kami alami sendiri, mungkin begitu berharganya punya tetangga baik tidak benar-benar kami rasakan. Ya, kemarin si kecil panas, tepat di saat kedua orangtuanya ngantor 🙁 dan hanya ada Mbak Mar dan si Mas.
Mereka, tetangga-tetangga baik itu, dengan suka rela berinisiatif membawa si kecil ke rumah sakit. Ya, mereka tetangga yang baik, salah satu kebahagiaan disamping istri yang sholihah dan rumah yang lapang. Sempat terpikir, bagaimana jika mereka ada dendam atau rasa tidak senang kepada keluarga kami. Masih maukah mereka menolong anak kami? Sungguh pesan mulia Rosululloh saw. tentang memuliakan tetangga ini sangat benar, dan ungkapan tetangga adalah keluarga yang terdekat itu pas. Toh, jika ada apa-apa yang paling tahu dan bisa dimintai tolong lebih dahulu itu mereka, bukan keluarga yang jaraknya ratusan kilometer.
Jadi, muliakanlah tetanggamu, karena bukan termasuk ummat Rosululloh saw. orang yang tidak memuliakan tetangganya.
posted from Bloggeroid

Apah iwik…

Tluk! Kotak susu UHT coklat itu terpelanting
sampai menabrak kipas angin.
“Udah abis”, sungut si anak yang melemparnya.
“Udah abissss…”, adiknya membeo sambil tetap
minum susunya yang masih separo.
“Mas, Kalo udah abis, tolong kotaknya dibuang ke
tempat sampah ya”
Si kakak menggeleng dengan cepat.
“Itu sampah lho, mas”
“Atu sampah emoh”, sahutnya sambil tetap geleng
kepala.
Hmm…ya sudahlah. Memang anak ini kalau udah
bilang emoh harga mati deh. Kadangkala, masalah
sampah pun bisa jadi tangisan setengah jam.
Tapi tiba-tiba si adik mendatangi kakaknya,
“Apah…Wik,apah.”
“Emoh, atu adek emoh”, reflek si kakak menepis
tangan adik di bahunya.
Sambil tetap menggumam iwik apah iwik apah si
adik memungut kotak susu kakaknya lalu berlari ke
dapur. Tujuannya…tempat sampah!
Sebelum mengulurkan tangan ke tempat sampah, ia
menoleh kakaknya lalu sambil mengangguk-angguk
berkata, “Apah. Iwik apah”
Yah, terkadang saat mengajarkan sesuatu, belum
tentu yang ditangkap sama dengan yang
dimaksudkan. Terkadang seseorang yang
dituju,namun sampai kepada yang lain.
Terimakasih boys, kalian mengajarkan ibu banyak
hal.
Ibu sayang kalian, selalu

Madiun, 11 Mei 2013
posted from Bloggeroid

Rindu kala senja

Adzan magrib saat aku membawa motor masuk
garasi. Belum sampai tanganku meraih kenop
pintu, terdengar suara riuh dari dalam, bersamaan
dengan pintu yang terbuka.
“Ayah….ayah…ayah…”, dua batita menghambur ke
arahku dengan wajah sumringah, hanya untuk
kemudian meredup saat mendapati hanya ibu yang
pulang sendirian senja itu.
Segera kuusap kepala jagoan-jagoan kecilku sambil
mengingatkan bahwa ayah mereka baru akan
pulang pekan depan. Adik yang baru saja melewati
ulang bulan ke-15 hanya memonyongkan bibir
sambil memeluk leherku dengan manja. Jelas, dia
belum mengerti apa kata ibunya.
Sebaliknya, si sulung mulai memasang muka keruh,
kemudian menunduk menutup muka. Jemari
kecilnya bergerak mengusap sudut mata.
Senja ini, meski tanpa kata, tersirat rindu di wajah
mereka.

Madiun, 08 Mei 2013
posted from Bloggeroid

Our Daily

Sore,
Sore adalah seduhan teh panas dan canda bersama
anak-anak
Sore adalah menunggu kepulanganmu seiring
adzan berkumandang
Sore adalah memandang kalian bertiga, hartaku
yang paling berharga
Sore adalah meninabobokan si kecil jika ia sudah
puas bermain dengan kita
Dan pagi,
adalah mengawali hari dengan memastikan
keberadaan kalian satu per satu
engkau, dan anak-anak
pagi adalah menghabiskan sisa kopi dari
cangkirmu
pagi adalah harapan dan awal penantian akan sore
nanti
Seringkali, di tengah kepenatan dan keriuhan
rumah, aku merindukan kesempatan.
Aku rindu sore bersama buku tebalku
Bergelung hingga malam yang merayap
membawaku bermimpi
Aku rindu pagi yang sepi, bercengkrama dengan
rangkaiancerita
bersama secangkir kopi sebelum mengawali hari
Tapi taukah kau, sekarang semuanya kehilangan
makna
Keberadaanmu bersama mereka kini telah menjadi
eksistensiku
Tanpanya aku hampa
Hari hanya berlalu, hanya berlalu
Terlewati begitu saja
Aku rindu kita
Ya, aku rindu kita

Madiun, 08 Mei 2013
posted from Bloggeroid

Bapak

20 hari kepulangan bapak, masih serasa seperti bermimpi. Seringkali, menjelang
malam saat menidurkan anak-anak, tangan ini masih menggenggam hape, menanti
telepon bapak menanyakan kabar cucu-cucunya. Atau pagi hari, sebelum ngantor
sekedar mengingatkan untuk berhati-hati, seperti dulu saat masih sekolah. Pun
usapan tangannya yang sejuk, membangunkan di pagi hari saat masuk waktu subuh,
semasa kecil dulu.
Masih jelas gerak jemarinya diantara huruf-huruf ketika mengajariku membaca. Bapak,
guru pertama, guru sejak belajar mengeja, hingga saat akhir hidupnya. Bahkan saat
sudah berpulang, bapak mengajarkan banyak hal. Untuk menjadi sabar, lebih kuat, dan
bersemangat mengingat-Nya.
Kehilangan bapak begitu tiba-tiba, meski kapanpun saatnya akan kurasa belum
waktunya. Sosok bapak tak kan pernah tergantikan. Kekosongan karena kepergiannya
masih terasa baru, sesak dan menyakitkan. Dua puluh tiga tahun lebih, bapak menjadi
pilar dalam hidup, menjadi tumpuan dan tempat bertanya segala hal. Bapak adalah
pengobat segala luka, duka dan kesahku.Senyum dan usapan tangannya selalu
mampu membawa kedamaian, lebih dari pain killer macam apapun. Saat hidup terasa
tidak adil, bapaklah lah yang membuat timbangannya menjadi sebaliknya.Bapakku
yang aku bangga menjadi putrinya.
Bapak yang aku bangga sekali menjadi putrinya, bukan karena kekayaan, kegagahan
atau kedudukan. Bapak, seorang guru, PNS sederhana yang mengajari putra-putri dan
semua orang di sekelilingnya bukan hanya dengan kata,tapi keteladanan. Beliau tak
mengatakan apa yang tak dikerjakannya. Beliau yang membesarkan putra-putrinya
dengan kerja keras dan tetesan keringat, untuk mengajarkan putra-putrinya hal serupa.
Bapak yang kepedihan hati karena kepergiannya pun hanya beliau yang bisa
meredakannya. Senyuman terakhir yang terulas dibibir bapak,sesaat sebelum kafan
ditutupkan, menjadi penyejuk dan penguat hati. Senyum yang dibawanya pulang.
Senyuman damai. Bapak telah selesai dengan ujiannya,meninggalkan yang
mencintainya, kepada yang lebih mencintainya dibanding siapapun.
Selamat berpisah bapakku, guruku, sahabatku… Kurindukan engkau dalam setiap
detiknya.Semoga nanti kita bertemu lagi dalam bahagia. Nantikan aku disana bapak,
hinggaaku selesai dalam ujianku, hingga cukup bekalku untuk menghadap-Nya
menyusulmu.Kusimpan kenangan akan senyum bapak sebagai pengingatnya.
Madiun, 02 Mei 2013

https://m.facebook.com/note.php?note_id=10151452163123645&from_feed=1&refid=7&_ft_=qid.5875228778260939791%3Amf_story_key.-5918241568726563377
posted from Bloggeroid

Semua itu untuk keluarga

jadi ingat status seorang teman seangkatan yang merasa pekerjaannya yg sekarang ini kurang bisa memberikan family time yang berkualitas. mungkin ada yang akan bertanya, kenapa kok jauh dari keluarga? memang istri dan anak tidak dibawa serta?
sebagai suami yang pernah -dan mungkin akan- merasakan “manisnya” hubungan jarak jauh, saya berusaha untuk tidak menanyakan pertanyaan demikian, ya karena saya pernah mengalaminya. apakah enak? tentu tidak
lho, kan ga ada yang ngawasin kalo mau main? begitukah?
terlepas dari “sisi positif” LDR tersebut, negatifnya teramat panjang untuk dituliskan, uakeh je 😀
bagi yang sudah berbuntut, tentu lebih suka bisa membersamai anak2nya, biarpun cuma hal2 kecil, tapi rasanya luar biasa. barusan misalnya, menemani si mas pipis di kamar mandi dan membiasakan cebok dan cuci tangan dan mungkin hal2 kecil lain yang hebat!
ya keluarga, satu kata sarat makna. semoga kita selalu didekatkan dengan keluarga kita, toh semua yang kita dapatkan juga buat mereka. semoga…
posted from Bloggeroid