Pekerjaan ibumu apa?

“Kalo budhe kerjaannya di sepatu, kalo pakdhe sugeng di tangerang. Kalo ayahmu kerjaannya apa? Ibumu kerjaannya apa?”
Deg!
Kaget lalu cengar-cengir mikirin jawaban apa kalau sebentar lagi si kakak lari ke kamar dan menanyakan apa jawabannya. Anak-anak ini ya, bahasan obrolannya sampe ke urusan kerjaan segala. Perasaan waktu kecil, nggak ada deh yang ngobrolin topik semacam ini di lingkungan permainan saya.
Tepat sebulan, saya pindah tugas dari belakang meja ke belakang meja lainnya. Dengan perubahan jobdesc, dari mengawasi orang-orang dewasa menjadi mengawasi dua balita plus 1 anak kecil yang sedang dalam tahap kritis terhadap apa pun di sekitarnya. Butuh adaptasi yang tidak sebentar.
Pertanyaan seputar -kenapa bulan warnanya putih kalo siang?, apa kucing kecil nggak takut jatuh? sampai kalo makan sayur aja nggak pakai nasi jadi kuat? kan sayur bikin kuat- kadang membuat keki mencari jawaban yang benar, tepat dan efisien. Benar : si anak jadi bertambah pengetahuannya. Tepat : Cara menjawab sesuai usianya, tidak membuatnya bingung. Dan efisien : Setelah dijawab, si bocah jadi tidak menggantinya dengan 25 pertanyaan selanjutnya, jadi ibunya bisa melanjutkan melipati baju kering atau mengaduk tepung. Jadi intinya, saya mesti belajar jadi guru deh….
Sewaktu kecil dulu, ibu sering mengarahkan saya menjadi guru, katanya sih melanjutkan profesi bapak, yang sebenarnya juga adalah cita-cita ibu yang tak sampai. Tapi karena saya tahu diri, kesabaran saya waktu masih muda dulu minim, menghadapi satu dua anak aja saya udah bingung, apalagi sekelas. Jadilah akhirnya saya batal menjadi guru. Plus, faktor lain mendorong saya untuk pada akhirnya lebih pilih kuliah yang lebih tidak memberatkan orangtua lebih jauh. Jadilah saya terdampar bekerja dibelakang meja.
Saya nggak pernah menyesali pilihan ini. Kalaupun bisa diulang, saya akan tetap pada pilihan yang sama. Karena baik dibelakang meja sana atau sini, saya suka kedua-duanya, dalam hal memaksa saya belajar setiap hari. Hanya saja, apa yang saya pelajari disini tentunya berbeda dengan saat saya resmi “bekerja”. Kalaupun pada akhirnya sekarang saya memilih disini, itu karena timbangan prioritas saya saat ini lebih condong disini, bersama anak-anak. Yang membawa perhatian saya kembali pada si bocah yang setengah berlari mendatangi dan melongok lewat pintu, bertanya dengan antusias.
“Ibu, pekerjaan ibu apa?”
“…………..”