Pengalaman membuktikan, catatan seorang tukang tambal ban

Pak Mustofa namanya, bapak yang mengaku sudah menekuni dunia pertambalan ban selama 10 tahunan  ini, begitu bersemangatnya menjelaskan cara-cara menambal ban yang benar dan awet. Bagaimana dia mengkritik tukang-tukang tambal ban amatiran yang asal-asalan dalam menambal kebocoran ban. “Menambal juga butuh pengalaman, ada ilmunya, jika asal-asalan tiga hari bisa bocor lagi” begitu kritiknya.

Pak Mustofa mungkin adalah cermin seseorang yang mencintai pekerjaannya sepenuh hati, dia tidak ingin mengecewakan pelanggannya dengan kualitas kerja yang ecek-ecek dan sak-sak’e. Mungkin itulah salah satu caranya agar profesi tukang tambal ban bisa dihargai.
Saya jadi ingat bagaimana dulu merasakan harus menuntun sepeda motor saya sejauh dua kiloan meter untuk mencari jasa tukang ban yang masih buka malam hari. Bagaimana saat itu orang seprofesi dengan Pak Mustofa ini menjadi orang nomer satu yang saya cari. Mungkin jika harus membayar 50.000 pun kami mau saat itu, pun begitu mereka tetap menjaga kode etik tukang tambal ban. Dan sekarang pasca kenaikan BBM, Pak Mustofa memasang tarif tambal ban Rp 7.000,- untuk tambal pres biasa dan Rp 10.000,- untuk tambal ban tubeless. Dia juga menyinggung rekan-rekan seprofesinya yang sudah memasang tarif lebih tinggi antara 8.000-10.000, tapi dia berani menjamin pengalamannya lebih bisa diunggulkan.
Jika anda biker yang kebetulan mengalami kebocoran ban, atau sekedar menambah angin di Kota Karanganyar, anda bisa meminjam jasa Pak Mustofa, tepatnya di depan Toserba Mitra, jika disitu ada becak kompressor, maka dialah Pak Mustofa. Salam biker, merdesa!

Menengok Gadget Show Pertama di Klaten

Sepi, mungkin kesan pertama yang saya rasakan ketika saya dan teman tiba di sebuah gedung komplek RSPD Klaten ini. Mungkin karena kami datang malam hari, jam 8 lebih, pengunjung sudah pada pulang.
Peserta stand pameran pun saya bisa hitung dengan jari, ada 2 stand vendor handphone, 1 stand toko handphone, 2 gerai operator selular, dan 1 stand toko asesoris.
Setelah melihat-lihat sebentar, akhirnya saya mampir di gerai telkomsel, kebetulan sinyal di kost telkomsel agak mendingan, dan akhirnya saya memutuskan membeli perdana simpati paket data 9GB masa aktif 3 bulan seharga Rp 80.000,-

Foto panorama di atas, yang saya ambil menggunakan kamera Lenovo P770i, mungkin bisa menjelaskan bagaimana keadaan malam tadi, bagaimana menurut anda?

Tarif Angkot Palur – Karanganyar setelah kenaikan BBM

Pagi ini saya kembali melakukan ritual touring menuju tempat kerja di Karanganyar, tapi tidak dengan menaiki MX merah saya melainkan nunut Mbah Sumber Kencono. Pagi-pagi benar saya berangkat, jam empat ba’da shubuh dengan diantar oleh istri tercinta, di ring road Madiun saya menunggu sekitar setengah jam, waktu yang lumayan lama untuk menunggu bis jurusan Surabaya – Jogja. Tapi kegiatan yang membosankan itu terasa romantis karena ditemani oleh istri sinambi melihat bintang yang masih terlihat, syahdu.

Bis datang, bersama-sama penunggu lain kami naik, penuh tidak ada tempat duduk tersisa, sang kernet nyaut “Ora enek bis” entah apa sebabnya dia tidak menjelaskan lebih lanjut. Tapi untunglah kursi “angkot” sebelah sopir masih kosong, akhirnya duduk di situ saja, daripada harus berdiri dari Madiun – Palur, bisa ngewel.

Sesampai di Palur kira-kira jam 07:05 langsung saya naik angkot kuning jurusan Palur – Bejen, terakhir saya naik angkot ini sebulan yang lalu sebelum kenaikan BBM. Waktu itu ongkos jarak jauh Rp 3.500,- dan jarak dekat 2.500, untuk tarif penumpang umum. Sedangkan untuk pelajar Rp 2.000,- dan Rp 1.500,-

Sekarang, stiker tarif itu sudah berganti, tarif setelah kenaikan BBM berubah dengan rata-rata kenaikan Rp 500,- sehingga tarif baru angkot jurusan Palur – Karanganyar – Bejen menjadi:
  • Penumpang Umum: Jarak Jauh – Rp 4.000,- dan Jarak Dekat – Rp 3.500,-
  • Penumpang Pelajar: Jarak Jauh – Rp 2.500,- dan Jarak Dekat – Rp 2.000,-
Tarif baru angkot Palur – Karanganyar – Bejen

Satu yang saya suka dari angkot jalur ini, tidak kebanyakan ngetem dan armadanya lumayan banyak. Karenanya tadi walaupun khawatir telat ngantor, saya optimis masih bisa absen tepat waktu. Buktinya saya tadi saya ndudul  pas pukul 07:29 dengan bantuan ojek seorang teman. Terima kasih Mas Hasan boncengannya, saya ga jadi telat.

Karena orang miskin hanya bisa bermimpi

Bejita
Agak gimana gitu ketika saya membaca berita yang dibagikan seorang kawan saya di media sosial hari ini, tentang seorang menteri yang berkomentar masalah nasib orang miskin pasca kenaikan harga BBM. “Karena orang miskin, jangankan konsumsi BBM, untuk punya kendaraan pun bagi mereka hanya mimpi” begitu kutip media berita tersebut.

Saya tidak ingin berkomentar tentang tetek bengek multiplier effect kenaikan bahan bakar, atau bagaimana menderitanya golongan di bawah nol alias minus dengan kebijakan yang dibilang tidak pro rakyat oleh banyak pihak ini, atau golongan pendukung yang mengamini apapun kebijakan idolanya, saya tidak mau mengomentarinya.
Seperti judul di atas, pernyataan pak menteri memang benar. Lho? Iya, memang benar adanya. Kenapa saya bisa berkata seperti ini? Karena dulu ketika Gusti Allah masih menguji keluarga kami dengan hidup miskin seadanya, untuk sekedar membayar SPP bulanan yang ribuan saja sulit, belum lagi jika kami tiga bersaudara harus membeli buku baru, LKS, atau seragam baru bersama-sama. Timing yang pas untuk ngutang, itulah yang biasa simbok atau bapak lakukan kalau sudah menghadapi posisi seperti ini. Bagaimana pun, bapak yang menjalani profesi sebagai pengusaha genteng dengan dibantu simbok, pun itu masih nyambi jadi buruh panggilan di usaha yang sama, yang modalnya dari hasil ngebon BRI Unit Karanganom II.

Mimpi, itulah yang sering kami lakukan ketika melihat teman-teman sebaya yang orang tuanya mampi, memiliki sepeda atau mainan baru sembari ngulu idu, pengen. Begitu pula saya tidak pernah membayangkan akhirnya bisa memiliki si MX, si Corro dan rumah di Madiun yang kami peroleh dengan hasil keringat sendiri, karena komitmen saya, orang tua saya dulu sudah rekoso menjadikan anaknya sampai begini, masa masih ngrekasakne wong tuwo?

Mempunyai mimpi tidaklah sepenuhnya salah, bahkan aneh kalau ada yang tidak punya mimpi karena semua berawal dari mimpi, begitu kata motivator. So? Mari kita bermimpi, DREAM ON!

Pasca kenaikan BBM, akankah Madiun Jaya menaikkan tarif?

Tiket Madiun Jaya Klaten – Madiun
Rp 40.000,- (empat puluh ribu rupiah) harga tiket kereta Madiun Jaya jurusan Klaten – Madiun ini kami beli sebulan yang lalu selepas mudik ke Klaten dan Semin, Gunung Kidul. Berhubung status PTKP saya K/2, otomatis saya harus membayar tiket untuk empat orang, bayi dihitung penuh agar bisa duduk, dan tidak ada tiket berdiri, walaupun pada kenyataannya setiap kami naik dari Stasiun Klaten banyak penumpang jurusan Solo yang berdiri atau duduk mengambil jatah tempat duduk kami.
Rp 40.000,- (empat puluh ribu rupiah) adalah harga tiket sebelum kenaikan harga BBM, dan kabarnya subsidi kereta api ekonomi jarak jauh yang akan dicabut. Yang menjadi pertanyaan saya adalah, akankah harga tersebut akan disesuaikan oleh PT Kereta Api, seperti moda angkutan darat lain yang kemarin melakukan mogok nasional menolak kenaikan BBM ini, sebelum harga jasa mereka juga disesuaikan dengan persentase yang hampir sama atau lebih dari kenaikan bahan bakarnya.

Akan menjadi sebuah kegalauan nampaknya jika DAOP Madiun tetap mempertahankan besaran harga tiket ini di angka tersebut. Apa kata? Dahulu awal kereta ini beroperasi, ada dua jenis kereta Manja ini, yaitu Manja Non AC dan Manja AC, harga terpaut separuh jika tidak salah ingat. Tetapi lambat laun, kereta non ac tidak bisa beroperasi, dengar-dengar penghasilan tiket tidak bisa menutup biaya operasional kedua kereta tersebut, sehingga harus merelakan shutdown salah satu kereta, tentunya yang non ac, yang pendapatannya setengah lebih kecil dari pada kereta ac.
Jika memang akan dinaikkan, kapan? Belum lagi pelayanan yang seimbang dengan harga perlu juga dipikirkan. Beberapa kali kami naiki, apalagi ketika balik ke Madiun, sering kami jumpai dan alami, kereta ini manjanya minta ampun, sesuai namanya kali ya. Manja di jalan, suka berhenti tidak pada tempatnya, seperti anak kecil yang tiba-tiba berhenti karena capai berjalan terus minta digendong orang tuanya. Ya, Manja AC sering berhenti lansir di stasiun-stasiun kecil demi mendahulukan kereta api jarak jauh, padahal di tiket tertera kelas bisnis. Belum lagi jika terlambat kedatangannya, waktu yang harusnya terjadwal 3,5 jam sampai di Madiun, bisa menjadi 4 sampai 4,5 jam. Hampir tengah malam.
Kami hanya bisa berharap, moda transportasi ini agar lebih baik lagi, no delay and no lelet, that’s all. Terus kenapa tidak milih transportasi yang lain, bis misalnya. Ah, itu kayanya yang lebih tepat dijawab oleh istri saya yang suka mabok, apalagi naik Sumber Kencono, heuheuheu.

Jreng.. Pertamax turun harga 300 repes

BBM Naik Rp 2.000,-

Pagi tadi akhirnya kulanjutkan kebiasaan perjalananku mengarungi tiga kabupaten, 2 propinsi dan sebuah gunung. Tak lupa pula kumampirkan motorku buat sekedar minum nutrisi biar sehat selama perjalanan. Kupilihlah SPBU di daerah Takeran, terlihat didepanku ada antrian 3 motor di area antrian pertamax.
Tumben, pikirku menanyakan sekaligus menguatkan keraguanku, apa benar mereka mau beli pertamax? Kulihat petugas SPBU mengapit nozzle kuning, bukan biru. Oh, barangkali saking antrinya maka dibolehin ngantri premium di area pertamax.

Setelah 3 motor di depan selesai, tibalah giliranku. Setelah kukatakan berapa rupiah bbm yang kubeli, baru ngeh kalau display harga sudah berubah dari yang minggu lalu 11.100 sekarang menjadi 10.800. yak turun 300 repes, setelah berpikir wajar sih, kan memang harga minyak dunia katanya lagi turun pada titik terendah.
Kutengok disebelah kiri display pertamax, saudaranya premium, kok ada yang aneh. Benarkah angkanya 8.500? kok bukan 6.500 seperti biasa, pikirku bertanya-tanya. Spontan otakku menjawab, oh.. rencana pencabutan subsidi bbm rupanya sudah diketok. Dan ternyata memang benar sesampai di kantor ramai dibicarakan kenaikan ini, maklumlah 3 hari ini saya kudet.
Jadi harga pertamax turun 300 karena harga minyak mentah dunia lagi turun, sementara premium dan solar naik 2.000 karena mengamankan APBN begitu berita-berita yang saya baca di timeline teman-teman yang dibagi via sosmed.
Pikirku pun melayang, tiba-tiba teringat orang tua di rumah, seolah-olah mengomando untuk menaikkan jatah kiriman bulan depan. Saatnya berhemat.

Inflasi pada tarif bus Sumber Kencono & Mira

karcis bus Mira

Pagi ini saya menjalani sesuatu yang tidak biasanya, jika biasanya saya berangkat menuju Karanganyar dari Madiun dengan membonceng si Jupiter MX 2011 yang saya beli seken itu, kali ini saya membonceng tentara NICA bus Mira. Jika biasanya saya bisa lebih santai berangkat jam 05:30, maka kali ini saya harus berangkat lebih pagi, yaitu jam 04:00 lebih atau setelah shalat subuh.
Sesampainya di ring road Madiun dengan motor kesayangan itu buat dititipkan (tarif penitipannya Rp 3.000,- per hari) saya menunggu bus jurusan Surabaya – Yogyakarta melintas, biasanya Sumber Selamat/ Sugeng Rahayu (dulunya Sumber Bencono Kencono) atau Mira, keduanya sekarang sudah dilengkapi dengan pendingin udara walaupun tarifnya tetap ekonomi, terlihat tulisan “AC tarif Biasa”.


Kali ini saya beruntung, bis yang menjemput saya adalah Mira, alhamdulillahnya juga sepi jadi bisa duduk di baris kedua belakang pak sopir. Jika saya naik bis SBY-Jogja ini saya cenderung enggan atau anti duduk di 2 posisi, paling depan atau paling belakang, ora enak blas. Di depan ada rasa was-was kalau pas lagi ngebut, di belakang rasanya seperti diaduk-aduk. Sebetulnya paling nyaman itu di tengah yang bangku 2, tapi karena antisipasi kalau-kalau nanti bisnya sesak penumpang jadi biar gampang turunnya.
Beberapa saat setelah duduk, pak kondektur menagih karcis, saya serahkan uang Rp 20.000 dengan menyebutkan tujuan, Palur, kemudian saya dikasih selembar uang Rp 2.000 dan kertas karcis. Satu-dua tahun lalu, saya masih ingat tarif ongkos bis-bis ini untuk Madiun – Solo itu Rp 12.000,- tapi sekarang sudah Rp 18.000,- jadi kesimpulannya naik Rp 6.000 atau 50% selama dua tahun ini.
Kalau begitu jadi mikir, jika nanti pemerintahan yang sekarang berkuasa benar-benar jadi menaikkan harga BBM dengan dalih mengurangi subsidi demi mencegah APBN jebol, kira-kira ongkosnya jadi berapa ya? Hmmm… #TolakBBMNaik

Stage terakhir menuju bebas riba

Semangat bebas riba

Singkat cerita, keluarga kami memiliki 3 macam hutang bank yang tentu saja riba, soal hukum tidak usah diperdebatkan lagi ya? Sudah jelas sejelas-jelasnya. Dasarnya? Silahkan digoogling saja. Ketiga hutang itu adalah: 
  • Kredit Tanpa Agunan (KTA) Bank Mandiri, akad sekitar akhir 2009 dulu pinjem karena complicated matters, alhamdulillah akhir 2013 kemarin sudah ditutup, walaupun beberapa kali ditelpon sama orang Mandiri buat top-up atau nerusin lagi saya tolak, NEHI! Pinjaman ini lunas sesuai dengan masa pinjamannya.
  • Kredit Perumahan Rakyat (KPR) Bank Mandiri rumah seken pertama kami, akad sekitar akhir tahun 2010, sebabnya pun juga agak aneh karena sebenarnya cuman iseng tanya-tanya rumah dijual tapi malah kebablasen, akhirnya untuk ngumpulin uang mukanya saja juga lumayan ribet. Kesimpulannya jangan beli rumah kalau belum siap. Alhamdulillah, setelah menabung beberapa tahun, bulan November ditahun ke-4 dari 5 kami berhasil mengakhiri derita potongan bulanan itu, bye bye Bank Mandiri.
  • Kredit Tetap (Kretap) BRI, akad sekitar pertengahan 2012, rencana mau buat bisnis. Nah disini ada cerita menarik, bisnis itu istri kurang sreg, tapi saya tetep maju, alhasil ya gitu.. duitnya sampai sekarang juga belum balik. Pelajarannya, jangan bisnis jika istri tidak sreg atau ikhlas. Alhamdulillah inilah hutang bank kami yang terakhir yang semoga bisa kami lunasi tahun ini, harapannya kami bisa merdeka dari riba, insya Allah. Mari menabung!
Sebenarnya, sebelum kebijakan BRI yang katanya harus membayar sisa hutang plus beberapa persen bunga total diterapkan dan hitungan cicilan pokok dan bunga tetap, melunasi sisa hutang Kretap ini lebih murah. Makanya banyak PNS yang demen banget sama bank merakyat ini, yang sekarang ATMnya ada di hampir setiap kecamatan di Jawa. Tapi apa boleh dikata, sekarang sih infonya hitung-hitungannya sudah mengikuti anuitas, gampangnya di masa-masa awal pinjaman persentase bagian bunga lebih besar dari pada pokok hutang dari total angsuran, sampai ke akhir masa pinjaman menjadi kebalikannya. Itu mirip atau pas dengan penghitungan anuitas yang saya dapat di matkul matematika bisnis,  pokoknya tidak adil bagi peminjam, bagi pemberi pinjaman tentunya menjadi jaminan mendapat bagian bunga lebih jika di tengah-tengah masa pinjaman si peminjam melunasi pinjaman tersebut. Mungkin pada kasus lain akan berbeda, setau penulis bank ini jika beda cabang bisa terjadi perbedaan kebijakan. Mohon dikoreksi jika salah.
Singkat cerita lagi, kami berkomitmen semoga ini menjadi hutang bank kami yang terakhir, aamiin.

Selamat jalan mbah Pujo

77 tahun, jumlah umur berdasar keterangan pak Lurah Belang Wetan tadi siang dalam upacara pemakaman Mbah Pujo. Entahlah berapa tepatnya usia kakek dari simbok ini, saya sendiri kurang tahu. Mungkin karena saya sendiri kurang akrab dengan beliau sejak kecil sampai beranak dua, yang karena suatu sebab yang sebaiknya ditutup karena merupakan aib seseorang. Bukan begitu?
Dari perkawinan pertamanyalah lahir Mbok Iyah yang nantinya berjodoh dengan Pak’e yang diamanahi empat anak tetapi tinggal kami bertiga. Mbak Narti sang sulung diceritakan sudah meninggal di usianya yang sangat dini, sebabnya? Ah, mungkin kalau diceritakan akan menyaingi kisah sinetron yang dulunya sampai season delapan. Ya, Mbok Iyah sosok ibu yang kukenal sangat sabar dan tegar in, siapa sangka memiliki kisah yang rumit serumit bolah ruwet. Bahkan ketika saya beberapa kali dikisahinya saya masih bisa menitikkan air mata. Dari simboklah saya belajar arti sabar dan tabah.
Selamat jalan mbah, terima kasih kau warisi kami sosok ibu yang tegar. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.

Tarif taksi dalam kota Madiun 2014

Mungkin belum banyak yang tahu masalah dunia pertarifan yang satu ini. Jujur saja, saya sendiri baru tahu kemarin rabu sepulang nyoblos di kampung halaman saya, tepatnya di Desa Jurangjero Klaten. Lho, kok mudik bawa mobil, baliknya ga dibawa, memang kenapa mobilnya? Hehe, maklum mobil sepuh, sama saya aja umurnya lebih tuaan mobilnya dua tahun, jadi perlu diistirahatkan sebentar. Syukur-syukur punya rejeki lebih buat ngenomke mobil, aamiin.

Jadi ceritanya setelah mudik mulai pukul 02:40 waktu Madiun sampai Semin Gunung Kidul pukul 06:15an, karena nderekne ibu setelah seminggu membersamai cucu-cucunya yang ganteng, kami berempat langsung melanjutkan perjalanan ke desa di atas tadi. Mau apa? Ya nyoblos, sekalian memudikkan bocah-bocah, maklum sudah lama mereka ga mudik, banyak yang kangen.
Sebetulnya banyak cerita yang bisa dikisahkan, mulai dari coblosan yang lumayan sukses nduiti, wayah panen, dan lain-lain. Sebetulnya juga cerita kali ini sudah sempat saya tulis, cuman gara-gara nulisnya di hape andro terus aplikasinya crash tanpa auto save, dan ternyata setelah dibuka lagi cuma ada judulnya saja, seketika itu juga pupus harapan menulis, baru sekarang disempat-sempatkan nulis lagi, sabar…
Lho kok malah jadi kemana-mana sih ndes? Ok, kembali ke paragraf pertama.
Jadi, sekarang itu setelah kurang lebih tiga tahun tidak naik taksi, saya jadi tahu kalau tarif taksi dalam kota Madiun sekarang sudah naik. Yang dulunya Rp 15.000,- sekarang menjadi Rp 35.000,- berdasar pengalaman kami sekeluarga kemarin naik dari Stasiun Madiun ke rumah sekitaran Jalan Salak dengan taksi Merak Ati (warna putih). Beda lagi pengalaman adik saya, dia naik dari Terminal Madiun ke Jalan Salak kena tarif Rp 30.000,- dengan taksi Bima (warna hijau).
Mungkin itu dulu saja sharing kali ini, semoga bermanfaat bagi yang belum tahu, matur nuwun.